Aceh Tengah – Kabut pagi menyelimuti lereng Pegunungan Peusangan saat langkah kaki gajah Sumatera memecah keheningan hutan. Di antara kicau burung dan desir angin, suara percakapan dua negara menggema bukan di ruang diplomatik, tapi di tengah tanah liat dan rerumputan basah, tempat konservasi dan harapan bertemu.
Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Raja Juli Antoni, bersama Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Dominic Jermey, menjejakkan kaki langsung ke kawasan konservasi gajah Peusangan, Aceh Tengah, Rabu (18/6/2025). Kunjungan itu bukan sekadar seremoni lintas negara, melainkan perwujudan nyata dari janji dua pemimpin Presiden Prabowo Subianto dan Raja Charles III.
“Inilah diplomasi hutan kita,” ujar Raja Juli dengan mata menyapu hamparan hijau yang menjadi rumah bagi ratusan satwa langka, termasuk gajah Sumatera yang populasinya terus menyusut. “Presiden Prabowo, saat bertemu Raja Charles di akhir 2024, menyatakan keinginan kuat Indonesia memperluas koridor habitat gajah hingga 20 ribu hektare. Bahkan, beliau menawarkan perluasan sampai 80 ribu hektare jika dibutuhkan.”
Proyek konservasi Peusangan Elephant Conservation Initiative (PECI) lahir dari semangat lintas batas. Di baliknya, ada konsesi PT Tusam Hutani Lestari, para peneliti, aktivis lingkungan, pemerintah daerah, dan kini, dua negara. Kolaborasi ini menjadikan gajah Sumatera bukan sekadar satwa dilindungi, tetapi juga duta diplomasi ekologi.
Duta Besar Dominic Jermey tidak datang dengan pidato panjang atau protokoler rumit. Ia berdiri di antara semak dan lumpur, melihat langsung bagaimana anak gajah bermain di dekat para pelatihnya. “Kami terinspirasi oleh semangat yang sama antara Yang Mulia Raja Charles III dan Presiden Prabowo,” ucapnya. “Konservasi bukan hanya urusan satwa, tapi juga warisan untuk generasi masa depan.”
Dubes Jermey menegaskan komitmen Inggris terhadap perlindungan hutan dan keanekaragaman hayati Indonesia. Melalui program FOLU Net Sink—strategi ambisius Indonesia untuk menekan emisi dari sektor kehutanan—Inggris berkomitmen memperpanjang nota kesepahaman (MoU) kerja sama lingkungan yang ditandatangani sejak 2021.
Dulu, wilayah Takengon dan sekitarnya identik dengan cerita konflik. Kini, wilayah ini menjadi simbol transformasi: dari ladang pertempuran menjadi laboratorium alam, dari trauma menjadi harapan.
“Kehadiran Inggris bukan hanya membantu dana dan teknologi, tapi juga memberi pengakuan bahwa konservasi di Indonesia adalah bagian dari gerakan global,” jelas Raja Juli. “Gajah-gajah ini bukan hanya titipan kita, mereka adalah pengingat bahwa pembangunan tanpa harmoni alam adalah kesia-siaan.”
Peusangan bukan hanya soal memperluas habitat. Ia adalah proyek kemanusiaan. Di dalamnya ada komunitas lokal yang diberdayakan, ada generasi muda yang dilibatkan, dan ada dialog budaya yang menyatu dalam ekosistem.
“Kami tidak ingin hutan ini hanya menjadi zona hijau di peta. Kami ingin ini jadi rumah yang hidup,” tegas Raja Juli.
Di akhir kunjungan, para diplomat, menteri, dan warga lokal menyaksikan seekor gajah betina bernama Rindu dilepasliarkan kembali ke habitatnya. Dalam langkah berat dan tenangnya, gajah itu seolah membawa beban harapan: bahwa diplomasi bisa tumbuh dari tanah, bahwa janji dua pemimpin besar dunia kini berakar di rimba Aceh. Dan di antara kabut dan desah angin, Indonesia dan Inggris berikrar: menyelamatkan hutan adalah menyelamatkan masa depan.(SM)