Monday, 6 October 2025

Antara Tapak Gajah dan Jejak Manusia

SUMATERA– Ketika malam jatuh di Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, ketenangan desa bisa berubah menjadi kekacauan. Suara teriakan warga bercampur dentuman kayu roboh dan gemuruh langkah besar: kawanan gajah Sumatera keluar dari hutan, melewati ladang dan kebun, mencari makan di tengah pemukiman manusia.

Bagi warga, ini bukan kejadian luar biasa. Ini kenyataan yang mereka hadapi hampir saban musim—konflik yang terus berulang antara manusia dan megafauna penghuni hutan. Di satu sisi, manusia terus membuka lahan demi kehidupan. Di sisi lain, gajah, harimau, bahkan badak Sumatera kehilangan jalur hidup mereka.

Konflik ini kini menjadi perhatian serius pemerintah pusat. Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, saat meninjau lokasi konflik di Air Sugihan pada Minggu lalu, mengumumkan sebuah rencana besar: pembangunan koridor satwa di Pulau Sumatera. Koridor ini diharapkan menjadi jalur aman dan alami bagi satwa liar, menghubungkan habitat-habitat yang terfragmentasi akibat kebun sawit dan hutan industri.

“Fragmentasi habitat membuat satwa kebingungan. Mereka butuh ruang untuk bergerak, untuk hidup,” ujar Hanif. “Koridor ini bukan hanya jalan lintas satwa. Ia adalah jalan keluar dari konflik.”

Pulau Sumatera menyimpan lima jenis megafauna yang menjadi simbol keanekaragaman hayatinya: Harimau Sumatera, Gajah Sumatera, Badak Sumatera, Banteng Sumatera, dan Orangutan. Namun ruang hidup mereka makin sempit. Perkebunan sawit meluas, jalan-jalan logging dibangun, dan hutan-hutan primer digantikan tanaman industri.

Akibatnya, binatang-binatang besar itu tak lagi mengenal batas. Kawanan gajah menerobos desa, harimau memangsa ternak, dan orangutan kehilangan kanopi tempat bergelantungan.

Hanif mencontohkan, gajah membutuhkan asupan makanan yang mengandung garam. Ketika tanaman alaminya menghilang, ia mencari pengganti di ladang manusia. Dalam rencana koridor nanti, jalur akan ditanami vegetasi yang kaya garam, sehingga gajah tetap berada di jalur yang disediakan tanpa menyasar pemukiman.

Selain Sumsel, Riau juga tercatat sebagai wilayah rawan konflik. Provinsi ini memiliki lebih dari 4 juta hektare kebun sawit, menjadikan banyak satwa kehilangan orientasi ruang.

“Bayangkan satwa besar seperti gajah atau harimau terjebak di antara lautan kelapa sawit. Mereka tidak tahu ke mana harus pergi,” ungkap Hanif. Maka, pembangunan koridor tak bisa dilakukan sendiri. Dibutuhkan kolaborasi lintas sektor: pemerintah daerah, perusahaan perkebunan, lembaga konservasi, dan masyarakat.

Membangun koridor satwa bukan perkara mudah. Ini bukan sekadar menggambar garis hijau di peta. Koridor harus melintasi kebun, pemukiman, bahkan mungkin wilayah konsesi perusahaan. Harus ada kompromi, dialog, dan ketegasan kebijakan.

Namun, rencana ini menjadi secercah harapan. Harapan bahwa di masa depan, tapak gajah dan jejak manusia bisa berjalan berdampingan—bukan saling mengusir, tapi saling memberi ruang.

Di Air Sugihan, malam kembali tenang. Tapi pertanyaannya belum hilang: apakah anak cucu di desa ini kelak masih bisa melihat gajah bukan sebagai ancaman, tapi sebagai tetangga hutan yang diberi jalan untuk hidup?

Pulau Sumatera menyimpan lima jenis megafauna yang menjadi simbol keanekaragaman hayatinya: Harimau Sumatera, Gajah Sumatera, Badak Sumatera, Banteng Sumatera, dan Orangutan. Namun ruang hidup mereka makin sempit. Perkebunan sawit meluas, jalan-jalan logging dibangun, dan hutan-hutan primer digantikan tanaman industri.

Menurut data Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI), populasi gajah Sumatera saat ini diperkirakan hanya tersisa sekitar 924–1.359 individu di alam liar. Angka ini menunjukkan penurunan drastis dalam tiga dekade terakhir, dengan hilangnya lebih dari 70 persen habitat mereka.

Akibatnya, binatang-binatang besar itu tak lagi mengenal batas. Kawanan gajah menerobos desa, harimau memangsa ternak, dan orangutan kehilangan kanopi tempat bergelantungan.

Hanif mencontohkan, gajah membutuhkan asupan makanan yang mengandung garam. Ketika tanaman alaminya menghilang, ia mencari pengganti di ladang manusia. Dalam rencana koridor nanti, jalur akan ditanami vegetasi yang kaya garam, sehingga gajah tetap berada di jalur yang disediakan tanpa menyasar pemukiman.(SM)

Berita Terbaru

80 Tahun Merdeka, Negara Masih Menetek Darah Rakyat
17 Agu

80 Tahun Merdeka, Negara Masih Menetek Darah Rakyat

Benarkah Indonesia 2030 Bisa Bubar SUMATERA– Delapan dekade setelah Proklamasi 1945, rakyat Indonesia kembali menatap wajah ironi. Negeri yang disebut

Jejak BBM “Langka di Pompa, Melimpah di Jerigen”: Dari Musi Rawas, Lubuklinggau hingga Muratara
17 Agu

Jejak BBM “Langka di Pompa, Melimpah di Jerigen”: Dari Musi Rawas, Lubuklinggau hingga Muratara

MUSI RAWAS – Alih-alih menjadi tempat pelayanan publik untuk kebutuhan energi masyarakat, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) 24.316.154 yang

Buruh Diberhentikan Sepihak, Gugat Perusaaan “Sudah Bertahun Kami Menuntut Hak”
05 Agu

Buruh Diberhentikan Sepihak, Gugat Perusaaan “Sudah Bertahun Kami Menuntut Hak”

SUMSEL— Perjuangan tiga buruh yang diberhentikan secara sepihak oleh sebuah perusahaan fasilitas bidang olah raga golf di Palembang memasuki babak

Solusi Kontras, Banjir Bandang wilayah Ulu Muratara
14 Jul

Solusi Kontras, Banjir Bandang wilayah Ulu Muratara

Solusi Kontras, Banjir Bandang wilayah Ulu Muratara //Tebang 1.104 Ha Hutan di Muara Kuis SUMSEL — Deru air bercampur lumpur

Diplomasi dari Belantara: Gajah, Raja, dan Janji Hijau Prabowo-Charles di Jantung Aceh
19 Jun

Diplomasi dari Belantara: Gajah, Raja, dan Janji Hijau Prabowo-Charles di Jantung Aceh

Aceh Tengah – Kabut pagi menyelimuti lereng Pegunungan Peusangan saat langkah kaki gajah Sumatera memecah keheningan hutan. Di antara kicau

Jenderal Gerilya Vs Jenderal Meja
18 Jun

Jenderal Gerilya Vs Jenderal Meja

//Sengketa 4 Pulau dan Bara Dingin di Jantung Istana Jakarta—Drama politik Indonesia kembali bergelora, kali ini dari garis perbatasan laut

berita terkini

80 Tahun Merdeka, Negara Masih Menetek Darah Rakyat
17 Agu

80 Tahun Merdeka, Negara Masih Menetek Darah Rakyat

Benarkah Indonesia 2030 Bisa Bubar SUMATERA– Delapan dekade setelah Proklamasi 1945, rakyat Indonesia kembali menatap wajah ironi. Negeri yang disebut

Jejak BBM “Langka di Pompa, Melimpah di Jerigen”: Dari Musi Rawas, Lubuklinggau hingga Muratara
17 Agu

Jejak BBM “Langka di Pompa, Melimpah di Jerigen”: Dari Musi Rawas, Lubuklinggau hingga Muratara

MUSI RAWAS – Alih-alih menjadi tempat pelayanan publik untuk kebutuhan energi masyarakat, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) 24.316.154 yang

Buruh Diberhentikan Sepihak, Gugat Perusaaan “Sudah Bertahun Kami Menuntut Hak”
05 Agu

Buruh Diberhentikan Sepihak, Gugat Perusaaan “Sudah Bertahun Kami Menuntut Hak”

SUMSEL— Perjuangan tiga buruh yang diberhentikan secara sepihak oleh sebuah perusahaan fasilitas bidang olah raga golf di Palembang memasuki babak

Solusi Kontras, Banjir Bandang wilayah Ulu Muratara
14 Jul

Solusi Kontras, Banjir Bandang wilayah Ulu Muratara

Solusi Kontras, Banjir Bandang wilayah Ulu Muratara //Tebang 1.104 Ha Hutan di Muara Kuis SUMSEL — Deru air bercampur lumpur

Diplomasi dari Belantara: Gajah, Raja, dan Janji Hijau Prabowo-Charles di Jantung Aceh
19 Jun

Diplomasi dari Belantara: Gajah, Raja, dan Janji Hijau Prabowo-Charles di Jantung Aceh

Aceh Tengah – Kabut pagi menyelimuti lereng Pegunungan Peusangan saat langkah kaki gajah Sumatera memecah keheningan hutan. Di antara kicau

Jenderal Gerilya Vs Jenderal Meja
18 Jun

Jenderal Gerilya Vs Jenderal Meja

//Sengketa 4 Pulau dan Bara Dingin di Jantung Istana Jakarta—Drama politik Indonesia kembali bergelora, kali ini dari garis perbatasan laut